Let's see

Minggu, 25 Desember 2011

Semerawutnya Terminal... Siapa yang Mau Disalahkan???

   Tugas saya kala itu diminta menyambangi terminal Depok. Bagi saya yang sudah puluhan tahun tinggal di Depok, hari itu adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di sana. SEMERAWUT. Itulah kata pertama yang terlintas dibenak saya kala melihat kondisi terminal. Puluhan angkutan umum berjejal di sana, belum lagi bis-bis AKAP. Yang lebih menyesakkan lagi ruang tunggu terminal yang sungguh jauh dari kesan nyaman. Wajar saja bila akhirnya banyak penumpang yang lebih memilih menunggu angkutan di muka Terminal. Di tambah lagi kesemerawutan terminal membuat angkutan umum tersendat keluar pintu terminal. Blaaahhh makin malas saja penumpang menunggu di dalam.
   Tapi sesungguhnya semua tindakan baik dari penumpang, pengemudi, maupun pihak terminal bagai rangkaian yang saling berkait. Dan ketika semua tak mau disalahkan disinilah lingkaran setan tercipta. Penumpang tidak mau menunggu di dalam terminan dengan alasan angkutan yang banyak ngetem di luar dan kondisi terminal yang tidak nyaman. Pengemudi kendaraan umum juga merasa kondisi terminal tidak nyaman, penumpang banyak di luar terminal hingga mereka harus berjubal di bibir terminal. Pihak Terminal juga merasa pengemudi dan penumpang sulit mematuhi aturan hingga menyebabkan kesemerawutan. 
   Tapi di balik itu semua saya sedikit berempati dengan para supir angkutan ini. Meski pada prakteknya mereka sering kali berlaku mengesalkan saat membawa kendaraan. Tapi... tapi.. tapi ya bayangkan ternyata uang sewa yang harus mereka serahkan untuk bos-bos mereka cukup besar loh, berkisar antara 75-250 ribu rupiah. Belum lagi mereka harus membayar bensin, dan pungutan-pungutan liar di luar itu semua. Itu semua berat rasanya untuk mereka yang mendapat penumpang kadang tak seberapa. Terlebih era motor semakin berkembang pesat.
   Oiya bicara soal pungutan yang harus mereka bayarkan salah satunya ada retribusi resmi setiap kali masuk terminal Depok, yakni dengan membayar Rp 200 untuk angkutan mikrolet, Rp 500 untuk bis kecil, dan Rp 1000 untuk bis besar. Permasalahannya uang itu ke mana ya? kalau fasilitas terminal tidak kunjung mendapat perbaikan. Kita coba berhitung ya.. taruhlah semua angkutan di pukul rata bayar Rp 200. Disana terdapat kurang lebih 3000 angkutan umum. Setiap angkutan paling tidak masuk 3 kali ke dalam terminal, karena sistem terminal Depok yang mengharuskan setiap angkutan untuk masuk terminal. 
  Itu berarti 3000x 200x 3= 1.800.000 rupiah per hari, yang berarti kurang lebih Rp 54. 000.000 per bulan. Sementara Terminal sendiri mendapatkan APBD setiap bulan untuk biaya operasional sehari-hari. Jika dikatakan tak ada dana mencukupi untuk memperbaiki kondisi terminal, maka kemana larinya uang Rp 54 juta perbulan tersebut yah???

Tidak ada komentar:

Posting Komentar